Sabtu, 08 Februari 2014

Utilitarianisme John Stuart Mill

“Utilitarianisme”
John Stuart Mill
 ( Anatomi Teori )

Konteks sosial yang melatar belakangi

Dari latar belakang pribadi John Stuart Mill itu sendiri, sebenarnya dari awal ia telah mendapat pengaruh dari orang tuanya, terlebih sang ayah yang memang menyiapkan Mill untuk menjadi seorang filosof. Tapi selain itu ada suatu peristiwa pada tahun 1826 dimana Mill mengalami depresi intens selama berbulan-bulan walaupun ia tetap melakukan aktivitasnya dalam bidang politik dan karya-karyanya, yapi ia merasa semua itu tidak berharga. Hingga saat ia tersadar bahwa perasaannya telah semakin lemah karena terlalu banyak menerima pelatihan dari sang ayah. Ya, intelektualnya terdidik tetapi tidak dengan perasaannya. Dan dalam puisi Wordsworth ia akhirnya menemukan sesuatu yang dapat mengobati hal itu, dan depresinyapun mulai menghilang. Yang kemudian ia juga menelaah dari Gustave d'Eichtahl, Comte, dan John Sterling dalam perkembangan selanjutnya.

Pengaruh pemikiran atau teori

John Stuart Mill adalah murid dari seorang utilitarian ternama, Jeremy Bentham sehingga teori yang ia munculkan sangat di pengaruhi oleh teori utilitarian Bentham. Pemikiran utilitarian mill itu sendiri merupakan kelanjutan dari pemikiran utilitarian bentham. Poin persamaan antara bentham dan mill adalah bahwa keduanya mendasarkan kegiatan moral pada konsekunsi atau pengaruhnya. Bedanya, mill selain menyoroti kuantitas juga menyoroti masalah kualitas kebahagiaan atau kesenangan tersebut. Sedangkan, dalam pemikiran bentham, yang dipentingkan hanyalah kuantitas dari kesenangan. Mill menganggap bahwa utilitarianisme juga mengandung unsur keadilan, dimana kebahagiaan tidak diartikan semata milik pribadi, namun untuk semua orang, maka dari sana memunculkan konsepsi moral bahwa utilitarianisme merupakan universalisme etis, bukan egoisme etis nikmat ruhani menurutnya lebih mulia daripada nikmat jasmani,dll. ”Lebih baik menjadi manusia yang tidak puas daripada babi yang puas; lebih baik menjadi Sokrates yang tidak puas daripada seorang tolol yang puas”(Mikael dua,2008). Disana Mill sedang mengajak seluruh masyarakat bahwa untuk mencapai suatu kebahagiaan tidaklah cukup dari akumulasi kebahagiaan orang banyak, melainkan unsur kebahagiaan individu pun melekat disana, selain itu akan memunculkan suatu kondisi kepedulian antar sesama dengan dihidupkannya suara hati seseorang.
Selain itu, perbedaan yang lainnya adalah unsure intriksi yang diperhitungkan dalam melakukan suatu tindakan. Misalnya saja berbuat curang dalam suatu kompetisi untuk memperoleh suatu kemenangan. Dalam pandangan Bentham, secara instrumental berbuat curang dan memperoleh suatu kemenangan adalah suatu kesenangan sehingga tidak masalah di lakukan. Akan tetapi menurut Mill hal ini bukanlah hal yang sebaiknya dilakukan. “…utilitarians will want to instill a sense of a veracity in the population since truth telling is generally productive of happiness” ( Cottingham, 1996, 387 ) Utilitarianisme Mill akan mempertahankan kejujuran dalam masyarakat, karena berkata jujur merupakan hasil dari kebahagiaan masyarakat.
 Selain itu, Dalam hal pemikirannya mengenai ekonomi, Mill dipengaruhi oleh Thomas Robert Malthus, dimana pertumbuhan ekonomi selalu diliputi dengan tekanan jumlah penduduk dengan sumber yang tetap. Mill seorang utilitarian yang mencoba untuk memahami kebahagiaan secara lain, dimana menurutnya kebahagiaan, bukanlah semata bersifat fisik, melainkan lebih luas dari itu, dan Mill pun memperkenalkan sebuah konsep kebahagiaan individu, yang sebelumnya, para filsuf utilitarian kurang menyentuh hal tersebut. Menurut Mill tentunya berbeda terkait kebahagiaan individu dengan kebahagiaan umum. Suara hati menjadi dasar moralitas kaum utilitarian, sehingga akan menimbulkan implikasi didalam kehidupan sehari-hari terkait hubungannya dengan orang lain, dan disanalah eksistensi sebagai makhluk sosial menjadi nyata.
Mill juga sejalan dengan Adam Smith yang hidup lebih awal darinya, dalam hal ini mengenai ide pembagian kerja menurut Smith, namun Mill memasukkkan unsur lain didalamnya yakni peran wanita sebagai kondisi yang memungkinkan terjadinya pembagian kerja yang riil. Kalau dalam Adam Smith dikenal istilah ‘the right man in the right place’, maka Mill menambahnya dengan ‘the right women’. Dalam kesempatan tadi, Mill mencoba menambahkan unsur moralitas didalam produksi, namun tidak terhenti disana saja. Mill mencoba untuk memasukkan ini dalam suatu kondisi ekonomi yang stagnan, dimana Mill menemukan alasan terjadinya stagnan tersebut pada buku The Princlpes of Economy and Taxation, milik David Ricardo, seorang pemikir ekonomi, yang cukup berpengaruh.

Latar belakang pribadi

John Stuart Mill (lahir di Pentonville, London, Inggris, 20 Mei 1806 – meninggal di Avignon, Perancis, 8 Mei 1873 pada umur 66 tahun) adalah seorang filsuf empiris dari Inggris. Ia juga dikenal sebagai reformator dari utilitarianisme sosial. Ayahnya, James Mill, adalah seorang sejarawan dan akademisi. Ia mempelajari psikologi, yang merupakan inti filsafat Mill, dari ayahnya sedangkan sang ibu bernama Harriet Barrow  Sejak kecil, ia mempelajari bahasa Yunani dan bahasa Latin. Pada usia 20 tahun, ia pergi ke Perancis untuk mempelajari bahasa, kimia, dan matematika. Mill menikah dengan Harriet Taylor pada 1830, dimana sang istri inilah yang memberi konstribusi banyak pada Mill di sisa hidupnya terhadap moral dan intelektualnya. Di lingkungan kerja, Mill bekerja di east india company dan examiner of india correspondence.

Pertanyaan teoritis yang di ajukan

Dalam hal ini, John Stuart Mill mencoba untuk memahami kebahagiaan secara lain, dimana menurutnya kebahagiaan, bukanlah semata bersifat fisik, melainkan lebih luas dari itu.
Kata kunci dan proposisi
Kata kunci yang mungkin ada pada gagasan John Stuart Mill adalah Kebahagiaan bersama dan moral.

Paradigma yang digunakan

Menurut saya, paradigma yang digunakan oleh Mill adalah paradigm Kritis yang diiringi dengan konstruktif, dimana selain mengkritisi teori yang telah ada sebelumnya (Bentham), ia juga mengkontsruk teori baru dari realita-realita yang ada.

Bias nilai, kepentingan ekonomi-politik

Dalam hal ini, lebih menekankan pada segi ekonomi dimana pada saat itu, system pasar bebas yang cenderung bersikap egoisme sentris sehingga kebahagiaan bersama kurang dirasa, sehingga Mill memasukan nilai-nilai moralitas di dalamnya untuk mengatasi hal itu.

Lingkup realitas sosial

Lingkup realitas dalam hal ini menurut saya adalah makro, disamping mengkaji kebahagiaan individu atau kelompok, hal itupun berdampak pada struktur masyarakat dan hukum-hukum yang ada.

State of the arts

Utilitarianisme sudah lama muncul dalam sejarah filsafat. Pada masa tunani dikenal epikurus yang membahas masakah hedonism. Menurut epikurus, sebuah tindakan haruslah mengarah pada kesenangan dan menghindari kesengsaraan. Akan tettapi hal itu hanyalah mengarah pada selfishness, yang mengutamakan kepentingan pribadi saja, sehingga tidak bisa dikatakan sebagai utilitarianisme yang sebenarnya.
Pemikiran sistematis tentang utilitarian pertama kali dikenalkan oleh Jeremy bentham, yang kemudian ia di juluki sebagai bapak utilitarian. Pemikiran Bentham menekannkan bahwa manusia secara aamiah ditentukan oleh dua hal yaitu kesenangan dan kesengsaraan. Secara alamiah manusia cenderung untuk mencari kebahagiaan dan menghindari kesengsaraan, dua hal itu mempengaruhi setiap tindakan dan pikiran manusia. Suatu tindakan dinilai baik apabila mengarah pada kesenangan dan dinilai buruk apabila mengarah kepada kesengsaraan. Tindakan yang diterima adlah tindakan yang tindakan yang meningkatkan kesenangan dan menjauhi atau mengurangi kesengsaraan.
Benthan dipengaruhi oleh hume dalam melihat kesenangan sebagai ukuran atau standar nilai moral. Lebih lanjut, bentham melihat bahwa suatu tindakan dikatakan benar secara moral tergantung kepada konsekuensi yang dihasilkannya. Yang baik adalah kesenangan dan yang buruk adalah rasa sakit, sehingga kita akan bertindak untuk meningkatkan kesengangan dan mengurangi rasa sakit. Kebaikan dalam pemikiran bentham hanya bersifat instrumental, kebaikan hanya dilihat secara instrumental saja, tidak mempertimbangkan nilai intriksinya. Kebaikan hanya aemata-mata merupakan kebahagian sebanyak mungkin orang, hanya secara instrumental. Maka apabila ada kasus penyiksaan sekelompok orang terhadap satu orang korban maka pemikiran bentham ini aka menuai banyak problem karena kebahagiaan sebanyak orang terdapat pada kelompok penyiksa sedangkan unsure intriksi atau secara hakekat tindakan mereka salah. Sehingga pemikiraqn bentham ini masih kurang jelas dalam menjelaskan nilai dari kesenangan itu sendiri.
Selanjutnya pemikiran itu dilanjutkan oleh John Stuart Mill, murid bentham sendiri. Poin persamaan antara bentham dan mill adalah bahwa keduanya mendasarkan kegiatan moral pada konsekunsi atau pengaruhnya. Bedanya, mill selain menyoroti kuantitas juga menyoroti masalah kualitas kebahagiaan atau kesenangan tersebut. Sedangkan, dalam pemikiran bentham, yang dipentingkan hanyalah kuantitas dari kesenangan. Tetapi kenyataannya terdpat suatu kesenangan yang lebih tinggi daripada kesenangan yang lain, jadi kesenangan tersebut memil;iki tingkatan-tingkatan sendiri, yang membuat kesenangan itu memiliki kualitas secara tersendiri. Menurut Mill, siapa yang memiliki pengakaman atas setiap kesenangan adalah yang memungkinkan kesenangan paling tinggi. Oleh karena itu kebahagiaan terbesar dalam pemikiran Mill adalah kebaikan atas semua orang. Dengan demikian maka pihak yang kesenangannya tidak sesuai dengan general happiness mau tidak mau harus menerima general happiness tersebut sekalipun hal itu tidak sesuai dengan keinginannya sendiri.
Poin perbedaan selanjutnya adlah adanya unsure intriksi yang diperhitungkan dalam melakukan suatu tindakan. Misalnya saja berbuat curang dalam suatu kompetisi untuk memperoleh suatu kemenangan. Dalam pandangan Bentham, secara instrumental berbuat curang dan memperoleh suatu kemenangan adalah suatu kesenangan sehingga tidak masalah di lakukan. Akan tetapi menurut Mill hal ini bukanlah hal yang sebaiknya dilakukan. “…utilitarians will want to instill a sense of a veracity in the population since truth telling is generally productive of happiness” ( Cottingham, 1996, 387 ) Utilitarianisme Mill akan mempertahankan kejujuran dalam masyarakat, karena berkata jujur merupakan hasil dari kebahagiaan masyarakat.
Selanjutnya utilitarian yang di kembangkan oleh peter singer, ia mengedepankan prinsip yang berbeda dengan prinsip utilitarian klasik, dimana dalam utilitarian klasik suatu tindakan diperhitungkan berdasarkan hasil atau konsekuensinya terbaiknya bagi setiap interest yang bersangkutan. Bagi singer, utilitarianme adalah berdasarkan oleh pertimbangan interest. Setiap mahluk secara alamiah pasti memiliki self-interestnya msing-masing seperti individual rights, justice, freedom, dan sebagainya. Sehingga dalam decision making kita harus meuniversalkan interest kita dan mempertimbangkan secara sama interest setiap mahluk hidup.

Daftar pustaka


lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20312926-S43171...1 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang..dan terimakasih.. :)